Gempar Tolak Rencana Penambangan Nikel di Batui

Banggai Masyarakat Batui yang tergabung dalam Gerakan Mandiri Pembela Rakyat (Gempar) menolak rencana penambangan nikel oleh PT. Indo Nikel Karya Pratama yang akan masuk di Kecamatan Batui dan menduga ada informasi yang ditutup-tutupi, serta menduga akan ada penggusuran dan melakukan penggalian dikawasan hutan yang berdampak pada populasi burung maleo sebagai satwa endemic Sulawesi Tengah.

Hal tersebut disampaikan Aulia Fiqran Hakim selaku ketua Gempar bahwa belum lama ini Masyarakat Batui dikejutkan dengan adanya rencana penambangan  perusahan nikel yang akan masuk di Kecamatan Batui, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah.

Menurut data yang kami dapatkan lokasi pertambangan nikel di Kecamatan Batui meliputi 6 wilayah Kelurahan dan Desa antara lain Batui, Tolando, Sisipan, Balantang, Bakung, Ondo-ondolu,” ungkapnya, Minggu (27/12/2020).

Sejauh ini langkah yang sudah dilakukan perusahaan PT. Indo Nikel Karya Pratama di tanggal 15 Desember 2020 melakukan konsultasi public dengan pihak Pemerintah Kecamatan Batui dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banggai.

Pertemuan itu diduga dilakukan secara tertutup dan tersembunyi yang hanya dihadiri oleh Camat Batui, Lurah Batui,  Lurah Bugis, LPMK Bugis, Kades Ondo-ondolu, Kapolsek Batui, Dandramil Batui, Sunardi (Pemerkarsa) dan Tiga orang Konsultan.

Dengan kondisi ini, kami menduga ada informasi yang ditutup-tutupi yang dilakukan pihak Pemerintah Kecamatan dan Pihak Perusahaan karena tidak melibatkan stakeholder yang ada di Kecamatan Batui. Baik Tokoh Masyrakat, Tokoh Adat dan beberapa kelompok pemerhati lingkungan,” ujarnya.

Fiqran juga mengatakan, jika  mengacu pada regulasi  dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 tahun 2012, dalam  BAB II tata cara pengikut sertaan masyarakat dalam proses AMDAL, disebutkan  dalam huruf  C konsultasi public sebagaimana dimaksud huruf a dilakukan bersama masyarakat terkena dampak, masyarakat pemerhati lingkungan, dan masyarakat yang terpengaruh dalam proses AMDAL.

Melihat pedoman tentang konsultasi AMDAL yang  sesuai dengan peraturan menteri KLHK,  kegiatan yang dilakukan oleh  PT. INDONIKEL KARYA PRATAMA dan Pemerintah Kecamatan Batui patut diduga  telah cacat prosedur,” katanya.

Lanjut Fiqran, rencana penambangan nikel ini juga diduga akan memberikan dampak buruk bagi masyarakat, khusunya  dalam hal  pencemaran lingkungan, rencana penambangan nikel ini juga  diduga akan mengganggu adat budaya dan bahkan ritual punakan yang akan terganggu serta rencana penambangan nikel ini juga diduga akan menggusur kawasan hutan dan juga melakukan penggalian yang berdampak pada populasi burung maleo sebagai satwa endemic Sulawesi Tengah dan sangat berperan dalam ritual adat Tumpe, di mana nantinya tidak akan ada lagi pengantaran telur burung maleo ke Banggai yang di lakukan masyarakat adat batui tiap tahunnya di bulan desember. Karna kurangnya populasi burung maleo dan terancam punah.

Tidak hanya itu, penggusuran dan penggalian juga mengancam situs Budaya Batui dalam hal ini 8 kampung tua, dan wilayah adat yang memiliki historinya sendiri. Pencemaran lingkungan juga akan berdampak pada pencemaran aliran air yang ada di Batui, sungai Batui, Bakung, Kayoa dan seperti yang diketahui dalam beberapa ritual, ini sangat penting untuk jalannya ritual seperti monsawe dan sebagainya.

Jika limbah pertambngan mencemari aliran air sungai, maka ini juga akan berdampak pada persawahan di Kecamatan Batui hingga hilangnya lapangan pekerjaan sebagian Masyarakat Batui yang mayoritas bekerja sebagai petani,” tutur Fiqran.

Ia juga menjelaskan Batui adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Banggai yang sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai petani dan nelayan, Batui juga masih memiliki adat budaya yang  cukup kental dan masih di jalankan sampai hari ini, seperti Tumpe dan Monsawe adalah salah satunya namun bukan hanya adat budaya, batui juga punya banyak situs budaya yang memiliki histori yang harus di pertahankan mulai dari Benteng Makuni, Benteng Kota, Makam-makam leluhur, dan 8 kampumg bersejarah seperti Umunsun, Bajinjin, Koi, Konau dan sebagainya.

Sejak tahun 2008 silam, daerah Batui dimasuki industri pertambangan migas PT. LNG sebagai blok minyak dan gas milik Medco Grup yang bekerjasama dengan pertamina mengeksploitasi sumber daya alam di batui, lalu ada juga PT. Sawindo Cemerlang yang sudah beroperasi membongkar dan menghabisi lahan masyarakat batui berbarengan dengan masuknya industri tambang.

Hal ini yang kemudian menjadi  tanda Tanya besar sebenanya masih relevan atau tidak apa yang disebutkan didalam regulasi pada UU Nomor 4 Tahun 2009, yang diubah menjadi UU No 3 Tahun 2020  tentang pertambangan Mineral  dan Batubara (MINERBA) begitu pun dalam UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) serta mengembalikan ruh pasal 33  ayat 3  UUD 1945.

“Tapi sangat memprihatinkan jika  melihat situasi lapangan hari ini, Masyarakat batui hanya merasakan dampak buruk dari pengelolaan sumber daya alam di Kecamatan Batui, bagaimana tidak Masyarakat Batui masih saja dibebani dengan pembayaran iuran gas rumahan yang tinggi sekali, serta masyarakat batui dicemari lingkunganya karna limbah B3 yang diduga berasal dari aktivitas  PT. SAWINDO yang telah mencemari sungai di batui. Ini menjadi renungan masyarakat batui hingga saat ini,” jelas Fiqran.

Adapun tuntutan  dan pernyataan sikap kami Masyarakat Batui yang tergabung dalam Gerakan Mandiri Pembela Rakyat (Gempar) antara lain, masyarakat batui menyatakan sikap menolak masuknya tambang nikel di kecamatan Batui,
meminta Pemerintah untuk segera membuat sikap ikut bersama-sama Masyarakat Batui menolak tambang, meminta pemerintah Kabupaten, Provinsi  dan Pemerintah Pusat mencabut izin usaha pertambangan PT. Indo Nikel Karya Pratama serta perusahaan tambang lainnya yang akan beroperasi di Kabuputen Banggai,” tutupnya.(Ajir)