SIP Danau Poso Sebut Kadis PM-PTSP Asal Ngomong

(Sumber Foto : Pribadi/Ist)

POSO Polemik pengerukan Danau Poso yang akhir akhir ini banyak mendapatkan protes dari Warga Masyakarat, direspon juga oleh Kepala Dinas Penanaman Modal  dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Sulawesi Tengah (Sulteng) Cristina Sandra Tobondo.

Dalam keterangannya, Cristina mengungkapkan bahwa Pemerintah harus melindungi Hak Perusahaan termasuk PLTA Poso Energi karena dalam peraturan yang berlaku setiap pelaku usaha mendapatkan kepastian hukum dan perlindungan.

Jadi negara harus hadir untuk melidungi perusahaan termasuk PT. Poso Energi karena telah mengantongi beberapa perizinan termasuk izin lingkungan penataan Sungai Poso. Ungkapan ini ia sampaikan ketika Wakil Gubernur Sulawesi Tengah, Dr. H. Rusli Dg Pallabi melakukan kunjungan kerja di PT. Poso Energi Sabtu, 27/3/2021.

Berkaitan dengan itu, Satu Indonesia Peduli Danau Poso (SIP), menganggap bahwa komentar Kadis PTSP Sulawesi Tengah Cristina Sandra Tobondo tidak memahami konteks masalah yang saat ini terjadi di Poso dan terkesan Sok Tahu.

Melalui Koordinator Satu Indonesia Peduli Danau Poso, Stevandi menerangkan, bahwa argumentasi oleh Cristina Tobondo adalah argumentasi keberpihakan kepada PT. Poso Energi tanpa lebih dulu memahami konteks yang sebenarnya.

“Pokok persoalan yang terjadi saat ini adalah soal konteks pengerukan yang didahului oleh Perjanjian No 130/PIP/ENV/IV/2017- No 180/0760/hkm/2017 antara Pemda Poso yang saat itu diwakili mantan Bupati Poso Darmin Agustinus Sigilipu dan PT. Poso Energi yang diwakili Ahmad Kalla,” ujar Stevandi.

“Kami telah mengkaji perjanjian itu dan menemukan banyak persoalan dan melekat unsur pelanggaran  dan dugaan korupsi sumberdaya alam di dalamnya. Sehingga bagi kami perjanjian itu batal demi hukum,” terangnya.

Lanjut Stevandi, salah satu bukti nyata yang dapat kita jadikan pijakan argumentafit adalah, perjanjian No 130/PIP/ENV/IV/2017- No 180/0760/hkm/2017 itu menjelaskan bahwa tujuan penaataan untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan kelestarian lingkungan, meminimalisir banjir, peningkatan potensi wisata yang bermanfaat bagi Pemerintah, Komunitas setempat, maupun pada masyarakat umum secara efektif dan efisien.

“Namun faktanya justru aktivitas perusahaan telah melanggar prinsip kelestarian lingkungan dengan melakukan pengeboman dasar sungai, pembongkaran jembatan tua Tentena dan pembongkaran wilayah Kompo Dongi yang telah merugikan komunitas setempat,” jelasnya.

Selain itu, Kata Stevandi, tujuan dalam Perjanjian ini bertolak belakang dengan isi dokumen KA ANDAL PT. Poso Energi yang menyebutkan bahwa Penataan sungai bertujuan untuk meningkatan kehandalan pembangkit listrik pada PLTA kaskade Sungai Poso,
sebagai persyaratan teknis pemenuhan kapasitas daya untuk beban puncak pembangkit PLTA, penanggulangan banjir baik pada genangan maupun pada hilir sungai, penataan jalur Ikan Sogili di tengah sungai untuk membantu pelestarian biota endemik tersebut, serta meningkatkan potensi Danau Poso sebagai obyek wisata.

“Artinya, memang perjanjian itu terdapat unsur penipuan dan kuat dugaan punya maksud jahat. Jadi, perjanjian itu batal demi hukum kerena telah memenuhi unsur Pasal 1328 KUH Perdata dan melekat tuntutan pidana dalam soal ini,” kata Stevandi.

Ia juga menerangkan, Kadis PTSP mestinya mempelajari dulu perjanjian tersebut bukan dengan argumentsi buta tanpa pernah mau tahu persoalan yang terjadi. Menurutnya Kalau bicara hak, maka rakyat juga punya hak, bahkan negara harus mengutamakan rakyat.

“Hal itu tertuang dalam konstitusi UUD 45 bahwa negara melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia. Jadi Kadis KTSP jangan asal ngomong,” ujar Vandi.

Tambahnya, pihaknya juga tidak mau terjebak pada soal Sungai atau Danau. Tapi bila rujukan Kadis PTSP yang mengatakan bahwa aktivitas itu ada di Wilayah Sungai dan telah dilengkapi dengan izin lingkungan, maka menurutnya bahwa izin lingkungan itu lalai terhadap peraturan perundang-undangan yang melekat pada setiap aktivitas pengerukan di daerah aliran sungai Poso.

Lanjutnya, menurut kajian mereka, terdapat 13 peraturan yang dilanggar dalam aktivitas itu termasuk peraturan yang mengatur soal sungai.

“Bagi kami, argumentasi Kadis PTSP ini membahayakan.  Mestinya sebagai seorang pejabat publik tidak layak mengeluarkan statmen seperti itu. Olehnya itu kami mendesak Gubernur Sulawesi Tengah untuk mencopot Kadis PTSP Cristina Tobondo yang secara terang telah mencederai etika Aparatur Sipil Negara,”(Ajir).