Tidak Buat Perdes, Hasil Batu Gajah dan Sirtu di Desa Busak 1 Dipertanyakan

Tidak Buat Perdes, Penggunaan Dana Hasil Pengambilan Batu Gajah dan Galian C Di Desa Busak 1 Dipertanyakan
Penampakan Wilayah Sungai di Dusun 4 Kilo Desa Busak 1, Kabupaten Buol pasca aktivitas galian C. (Foto: Mimang/kabarsulteng.id)

Buol, kabarsulteng.id – Hasil pengambilan batu gajah dan sirtu di Dusun 4 Kilo, Desa Busak 1, Kecamatan Karamat, Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah beberapa waktu lalu, dipertanyakan warga. Mereka menyoroti dampak  hingga tidak adanya Peraturan Desa (Perdes) maupun musyawarah dari Pemerintah Desa terkait aktivitas galian c tersebut.

Salah satu warga, Sutarno, mengatakan, dampak dari aktivitas ini, telah merusak di beberapa wilayah jalan kantong produksi yang digunakan oleh masyarakat untuk menuju kebun mereka.

Bacaan Lainnya

“Ada tiga jembatan rusak yang dilalui mobil pengangkut batu gajah maupun sirtu itu, tidak diperbaiki malah ditimbun akibatnya air meluap dan tergenang,” katanya.

Sutarno menyayangkan pengelolaan pendapatan dari hasil galian c ini seharusnya diatur dalam Perdes agar dapat menjadi Pendapatan Asli Desa (PAD) yang dapat dipertanggungjawabkan dengan jelas. Menurutnya, hal ini juga akan memberikan kepastian dalam penggunaan dana tersebut.

“Sebagai warga kami sangat prihatin atas kurangnya transparansi mengenai pendapatan dan penggunaan hasil dari pengambilan galian c oleh Pemerintah Desa Busak 1,” ujar Sutarno.

Senada, Asrin Galip, warga Dusun 4 Kilo Desa mengungkapkan, bahwa sejak awal hingga berakhirnya pengerukan galian c di sungai, tidak ada musyawarah yang dilakukan kepada warga, terutama kepada pemilik lahan di sekitar sungai.

Setelah mendapatkan protes dari warga terkait musyawarah, Kepala Desa Busak 1 baru berjanji akan memberikan ganti rugi kepada pemilik lahan sekitar sungai dan memperbaiki jalan yang dilalui oleh mobil pengangkut sirtu.

“Saya sendiri sebagai pemilik lahan di sebelah sungai, saya juga belum menerima panggilan dari kepala desa terkait ganti rugi itu,” kata Asrin.

Selain itu, perbaikan jalan kantong produksi yang dilewati oleh warga menuju ke kebun juga tidak dilakukan sesuai dengan yang dijanjikan oleh kepala desa.

“Nanti ditegur baru ditimbun itu jalan, itupun tidak rata,” ujar Asrin.

Baca juga: JATAM Sulteng Desak Pemda Buol Evaluasi Dampak Pertambangan Galian C di Desa Busak 1

Sementara itu, Lukman A. Hamim, juga menyampaikan kekecewaannya terkait tidak adanya musyawarah dan sosialisasi mengenai rencana pengambilan galian c. Dia merasa prihatin karena tidak ada transparansi mengenai penggunaan hasil dari galian c tersebut.

“Sangat disayangkan tidak ada kejelasan mengenai penggunaan dana dari galian c itu,” ujarnya.

Lukman mengaku sementara mengumpulkan data agar masalah aktivitas galian c ini segera diusut.

“Saya mengungkapkan hal ini atas kepentingan dan keresahan banyak orang terhadap kepala desa,” tegasnya.

Saat dikonfirmasi, Kepala Desa Busak 1, Umar Moh Yamin Batalipu mengakui jika Perdes terkait penggunaan hasil galian c ini belum dibuat.

Namun, terdapat surat persetujuan yang diketahui oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan masyarakat terkait pengambilan sirtu. Untuk menjaga keamanan, ia juga melibatkan Babinsa, Babinkamtibmas, dan Linmas Desa. Hal ini dilakukan mengingat belum adanya peraturan desa yang resmi (perdes). Ia khawatir adanya perkelahian antar masyarakat jika tidak melibatkan keamanan.

“Penggunaan dana hasil dari galian c belum dirancang oleh BPD, jadi masih kebijakan Kepala Desa.  Bahkan saya melibatkan dua orang BPD, dua orang dari Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), dan satu orang dari masyarakat yang terkena dampak. Satu orang dari masyarakat yang terkena dampak bertindak sebagai teli yang bertugas mencatat titik pengambilan sirtu dan jumlah ret,” kata Umar.

Umar merasa keberatan terhadap informasi yang tersebar di media sosial mengenai galian c. Menurutnya, di desa telah ada prosedur yang diikuti, di mana hasil dari galian c ini dibagikan di tiga masjid yang ada di Desa Busak 1.

”Seharusnya masyarakat yang ingin mengetahui informasi langsung ke BPD, yang merupakan perwakilan dari masyarakat, karena pertanggungjawaban kades itu ke BPD, karena ini bukan APBD melainkan PAD, mengapa informasi tersebut langsung disebarluaskan ke publik tanpa melalui BPD terlebih dahulu,” kata Umar.

Umar menjelaskan, jumlah sirtu yang diambil sebanyak 1020 ret dengan harga per ret Rp 65.000. Dari harga tersebut, Rp 40.000/ret diberikan kepada pemilik lahan samping sungai (kiri kanan), Rp 2.000/ret untuk pengawas, Rp 1.000/ret untuk keamanan, dan Rp 2.000/ret untuk pemilik lahan yang terkena dampak. Sisanya, sebesar Rp 20.000/ret, masuk ke kas desa.

“Itu pengambilan sirtu dilakukan mulai tanggal 10 Maret 2023 hingga April sebelum Lebaran Idul Fitri 2023, mau dua bulan itu, Perusahaan yang beroperasi atas nama PT Fajar Raya pemilik bernama Joni Pongki, sirtu tersebut untuk perbaikan jalan menuju Tanjung Dako Desa Mendaan,” jelas Umar.

Dana sebesar Rp 20.000/ret dengan total 1020 ret tersebut dialokasikan untuk beberapa kegiatan, antara lain pembangunan masjid. Sebesar Rp 4 juta untuk Masjid Kilo, Rp 2,5 juta untuk Masjid Kampung, dan Rp 2,5 juta untuk Masjid Kano.

Selain itu, Rp 4 juta digunakan untuk kegiatan halal bihalal, dan Rp 3 juta digunakan untuk menjamu masyarakat yang berkunjung ke rumah Kepala Desa saat Hari Raya Idul Fitri.

“Pokoknya kedepannya selama masa pemerintahan saya, saya tidak akan kasih izin lagi pengambilan galian c ini, kecuali sudah ada perdes nya. Makanya saya tekan BPD untuk bikin perdesnya supaya ada dasar hukumnya,” tegas Umar.

Selanjutnya, Kades Umar menjelaskan, bahwa pengambilan batu gajah dilakukan mulai bulan Februari hingga bulan Maret 2023 oleh CV Mentari Perdana sebagai pelaksana proyek.

Batu gajah tersebut digunakan untuk penimbunan abrasi pantai Busak 1 dengan total pengambilan batu gajah sebanyak 463 ret.

“Itu dana yang digunakan berasal dari dana kebencanaan BPBD,” terang Umar.

Adapun perhitungan harga batu gajah senilai Rp 150.000/ret, Rp 100.000 untuk pemilik lahan, Rp 10.000 untuk keamanan, Rp 10.000 untuk pengawas, dan Rp 20.000 masuk ke kas desa.(MN)

Pos terkait