Palu, kabarsulteng.id – Sejumlah organisasi masyarakat sipil Sulawesi Tengah (Sulteng) yang tergabung dalam Fraksi Bersih-Bersih Sulteng, menggelar aksi damai di Depan Kantor DPRD Provinsi Sulteng, Kamis, 3 Agustus 2023.
Mereka mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk turut andil menyelematkan wilayah pesisir, dengan menghentikan pemberian konsesi izin tambang di wilayah hulu, yang berpotensi memberikan dampak bagi masyarakat yang hidup di wilayah pesisir.
Selain itu, Fraksi Bersih-bersih sulteng juga mendesak pemerintah untuk melakukan evaluasi menyeluruh konsesi izin tambang yang sudah beroprasi sampai dengan hari ini dan hanya memberikan dampak buruk bagi masyarakat sekitar.
“Kami mengingatkan kepada pemerintah pusat dan daerah, jangan hanya mengambil untung dari eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) kita di Sulteng, tanpa memikirkan keberlanjutan lingkungan, sebagai warisan generasi berikutnya, jangan sampai kita mewarisi bencana bagi anak cucu kita di masa depan, karena pengelolaan sumber daya alam yang ugal-ugalan,” ujar Moh Taufik.
Pasalnya, kata Taufik, wilayah daratan administrasi provinsi sulawesi tengah, hampir dikepung konsesi izin-izin tambang yang diberikan izinnya oleh pemerintah Pusat dan Daerah.
Pada tahun 2021 koalisi masyarakat sipil di Sulteng menectat terdapat 1.150 Izin Usaha Pertambangan yang mencakup 13 kabupaten/Kota di Sulawesi Tengah.
Pemberian konsesi tambang ini diduga berdampak buruk bagi masyarakat sekitar, khususnya bagi Masyarakat di wilayah pesisir pantai yang banyak mengantungkan hidupnya di laut.
Dampak yang timbulkan dari kegiatan ektraksi tambang ini, hampir menghilangkan sumber-sumber kehidupan masyarakat pesisir. Beberapa fakta menarik yang ditemukan fraksi Bersih Bersih Sulteng terkait dampak yang diduga ditimbulkan oleh konsesi izin tambang di sulawesi tengah terhadap wilayah pesisir.
Pertama berada di wilayah Kabupaten Morowali utara, di Wilayah Pesisir teluk tomori Kabupaten Morowali utara, beberapa perusahaan tambang nikel saat ini sedang beroprasi di wilayah hulu, yang diduga menyebabkan dampak bagi wilayah pesisir, diantaranya lumpur-lumpur tambang yang langsung jatuh ke wilayah laut, menyebabkan laut tercemar lumpur, dan akibatnya masyarakat di beberapa tempat di wilayah teluk tomori yang beroprasi sebagai nelayan, hasil tangkap mereka menurun, karena mulai kuranya ditemukan ikan-ikan yang dulu mereka mudah dapatkan sebelum adanya aktivitas pertambangan nikel.
Kedua, masyarakat wilayah Kabupaten Banggai di Desa Pongian, Kecamatan bunta, yang juga diduga terkena dampak aktivitas pertambangan nikel di wilayah hulu. Akibat aktivitas pertambangan ini, pesisir laut di wilayah desa Pongian, diduga tercemar lumpur tambang nikel yang menyebabkan berkurangnya tangkapan masyarakat yang berpropresi sebagai nelayan di wilayah desa Pongian Kabupaten Banggai.
Ketiga, wilayah kabupaten Morowali, dibeberapa tempat kegiatan pertambangan di wilayah kabupaten Morowali, misalnya di wilayah kawasan industry yang tengah dikerjakan terdapat hampir 30 nelayan yang kehilaangan mata pencahariannya sebagai nelayan, akibat perahu mereka harus tertimbun tanah diduga dari aktifitas perluasan jety milik PT BTIIG. Selain itu masyarakat juga mengeluhkan semakin menurunnya hasil tangkap mereka sampai mereka harus kehilangan sumber ekonominya, karena diduga dampak dari aktivitas pertambangan, dan juga diduga menyebabkan wilayah pesisir tercemar limbah-limbah operasi mobilisasi aktifitas tambang.***