PALU, KABAR SULTENG – Seorang mantan mandor proyek, Samsul membeberkan dugaan tidak becusnya pekerjaan proyek Penanganan Bencana Prasarana Sekolah di Sulawesi Tengah (Sulteng) yang dimiliki oleh Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Sulteng, Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum.
Samsul yang sebelumnya menjadi mandor atau pengawas di PT. Andika Persaktian Abadi membeberkan berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh kontraktor pelaksana selama proses tender hingga pelaksanaan proyek sekolah di Sulteng itu.
Samsul menguraikan proses dimulai saat direktur PT Andika Persaktian Abadi, Arnold, memintanya untuk menyediakan dokumen persyaratan lelang, termasuk surat dukungan peralatan dan perjanjian sewa untuk mixer molen dan dump truck. Dokumen tersebut harus diunggah sebelum batas waktu yang ditentukan oleh LPSE. Selain PT Andika, ada juga PT Breins Veri yang terlibat dalam lelang ini.
Setelah semua dokumen lelang dipenuhi, PT Andika Persaktian Abadi dinyatakan sebagai pemenang lelang untuk melaksanakan proyek di tiga lokasi berbeda di Sulawesi Tengah, yaitu Kota Palu, Donggala, dan Parimo. Total proyek ini mencakup renovasi beberapa sekolah yang terdampak bencana.
Kemudian Samsul bersama Arnold dan Project Manager, Johan mengadakan pertemuan dengan Balai Prasarana dan mengadakan negosiasi terkait proyek tersebut. Setelah negosiasi selesai dan mencapai kesepakatan mengenai penyediaan material selanjutnya diminta untuk menyiapkan berbagai kebutuhan proyek, termasuk tenaga kerja lokal dan bahan bangunan. Namun, konflik mulai muncul ketika Samsul menerima dana operasional yang sangat minim dari yang dijanjikan, hanya Rp1 juta, jauh dari harapan sebesar Rp50 juta yang dijanjikan untuk memperlancar pekerjaan.
Miskomunikasi semakin memburuk ketika Samsul dan timnya tidak menerima pembayaran yang layak. Beberapa pekerja bahkan diupah langsung oleh perusahaan tanpa sepengetahuan Samsul, yang menyebabkan ketegangan antara dirinya dan perusahaan. Terlebih lagi, staf perusahaan sering kali menunda pekerjaan dan memberikan arahan yang bertentangan dengan spesifikasi proyek.
Selama pelaksanaan proyek, pihak kontraktor menggunakan material yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan, seperti mengganti besi ulir standar SNI dengan kualitas yang lebih rendah.
Buntuk dari penolakkan Samsul memicu reaksi negatif dari pihak perusahaan melalui Sahala, yang mencoba menyingkirkannya dari proyek dengan mengalihkan pembayaran langsung ke pekerja tanpa melaluinya. “Saya akhirnya diberhentikan dari proyek dan selama saya bekerja tidak pernah menerima pembayaran yang layak dan menanggung kerugian akibat kebijakan sepihak perusahaan,” ujarnya.
Selain itu pelanggaran yang juga dibeberkan Samsul mencakup manipulasi dokumen tender, pengabaian hak-hak pekerja yang dilakukan PT Andika Persaktian Abadi, untuk mendapatkan keuntungan tanpa mempertimbangkan kualitas pekerjaan atau kesejahteraan tenaga kerja.
Selain itu proyek tersebut menunjukkan kurangnya perlindungan terhadap hak-hak pekerja, termasuk upah lembur yang tidak dibayarkan dan kondisi kerja yang minim fasilitas menandakan adanya pelanggaran undang-undang ketenagakerjaan.
Adanya pengeluaran dana operasional yang lebih besar Rp 50 juta tidak direalisasikan, sementara yang diterima hanya Rp 1 juta, adanya kemungkinan adanya penyelewengan dana operasional.
Sementara dalam proyek ini juga terjadi dugaan praktik manipulasi dokumen tender, dimana dokumen persyaratan lelang, termasuk surat dukungan peralatan dan surat perjanjian sewa, dibuat dan diunggah secara mendadak sebelum batas waktu yang ditentukan oleh LPSE. “Ada indikasi bahwa proses ini tidak transparan dan dilakukan untuk mengamankan kemenangan lelang,” ungkapnya.
Samsul menambahkan, ada dugaan negosiasi tertutup dilakukan antara PT Andika Persaktian Abadi dengan kepala Balai untuk menyepakati proyek, yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan dan penyimpangan dari prosedur formal.
Pihak perusahaan melakukan perubahan sepihak terhadap nilai RAB, yang mengakibatkan pembayaran yang tidak adil kepada tenaga kerja dan potensi pengurangan kualitas pekerjaan konstruksi.
“Ada juga penggunaan material bekas dari bangunan lama digunakan dalam pembangunan proyek tanpa memperhatikan spesifikasi material yang seharusnya. Ini merugikan negara jika anggaran untuk material baru telah dicairkan namun tidak digunakan sesuai peruntukannya,” pungkasnya.
Sementara Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek Penanganan Bencana Prasarana Sekolah di Sulteng, Ramon Pratama Sitandungan dihubungi, Selasa (5/11/2024) membantah semua tudingan mantan mandor, menurutnya semua pekerjaan sesuai dengan kontrak pekerjaan.
“Tidak benar adanya tender manipulasi karena itu adalah wilayah Pokja. Juga tidak ada pertemuan pihak kontraktor dengan kepala Balai pak. Untuk bahan yang tidak sesuai atau menggunakan bahan bekas juga tidak benar,” tulisnya melalui pesan WhatsApp.
Ramon bahkan menjelaskan, bahwa proyek penanganan bencana infrastruktur sekolah di Sulteng sudah rampung 100 persen.
“Pekerjaannya sudah selesai 100 persen dan sudah di PHO,” tutupnya.***
Simak update berita menarik lainnya, ikuti saluran WhatsApp Official KabarSulteng.id https://whatsapp.com/channel/0029VaFS4HhH5JM6ToN3GU1u atau klik di sini