Gubahan A: Meletakkan Cinta

Gubahan A: Meletakkan Cinta
Gubahan A: Meletakkan Cinta/(Istimewa)

KABARSULTENG.ID – Dalam senyap malam, teranyam kisah penuh makna. Di antara baris-baris kata, tersirat jejak hati. Tak perlu kau cari siapa sosok di balik buku ini, yang pasti dia adalah seorang pejuang sejati.

Kegagalan dan kekecewaan pernah ia alami, kesalahan dan dosa pun tak luput dari langkahnya. Karma dan hinaan menggores luka di jiwanya, namun di akhir perjalanan, ia tetap teguh berdiri, meraih cahaya yang telah lama ia nanti.

Di sini, penulis ingin kau tahu, buku ini bukan hanya sekadar cerita, tetapi panduan hidup yang penuh arti. Bacalah dengan hati, maka kau akan mengerti bagaimana tetap kuat meski badai datang silih berganti.

Bersiaplah menghadapi semuanya, tanpa kehilangan jati diri yang sebenarnya. Sebab di balik setiap luka, tersimpan kekuatan yang tersembunyi. Dan dalam setiap kegelapan, cahaya baru akan terbit kembali.

ISI

Kadang, kita perlu merenungi jauh-jauh, dengan siapa kita akan menjalani hidup dalam waktu panjang. Ada kalanya, orang terlalu egois dengan perasaannya, mereka tak bisa melepaskan cintanya pada seseorang, sehingga terjebak dalam hubungan yang membawa kesedihan, manipulasi, dan keterikatan yang tak sehat. Mereka merasa bertahan atas nama cinta, namun saat terluka, pertanyaannya: apakah itu benar-benar cinta atau hanya ego yang menutupi mata hati?

Dalam hidup, terkadang kita harus berani meninggalkan atau ditinggalkan oleh cinta yang hanya bertepuk sebelah tangan. Setiap orang berhak mendapatkan cinta yang tulus, tapi seringkali kita terlalu terfokus pada satu orang, sehingga tak menyadari banyak cinta lain yang mungkin lebih baik menanti. Ini bisa terjadi karena egoisme kita terhadap diri sendiri. Tak ada manusia yang ingin melukai diri, apalagi menanggung luka batin yang berlarut-larut.

Ada yang memilih bertahan, namun luka yang terus menerus datang bisa merusak kehidupan. Mereka terkurung dalam hubungan yang tidak sehat, dipenuhi emosi negatif, amarah, egoisme, gengsi, bahkan kebencian. Yah, hidup memang tidak selalu adil, tapi kita diciptakan Tuhan dengan kemampuan untuk memilah mana yang baik dan mana yang harus dijauhi. Sama halnya dengan teman yang buruk, pasangan yang merugikan juga harus kita hindari.

Kita tidak bersalah jika memutuskan untuk pergi dari hal-hal yang merusak fisik maupun batin kita. Jangan takut, karena ketika satu takdir berakhir, takdir baru akan datang, mungkin yang lebih baik. Jangan pernah putus asa. Pergi bukan berarti menyerah, bukan pula jahat atau melukai. Itu adalah cara melindungi diri dari luka yang berkelanjutan.

Pada fase berikutnya, kita perlu sadar bahwa kita tak bisa memaksa segala sesuatu berjalan sesuai keinginan kita. Kita tak bisa memaksa orang lain untuk mencintai kita. Kebaikan, perhatian, dan kasih sayang bisa diberikan oleh siapa saja, namun cinta sejati membutuhkan keikhlasan.

Kita bisa terus mencintai, tetapi sampai kapan? Kita berhak memilih siapa yang layak menerima cinta kita. Terkadang kita keliru menganggap perhatian dan kebaikan sebagai cinta, padahal semuanya memiliki peran masing-masing yang tak selalu didasari cinta.

Fase ketiga adalah hubungan yang tak lagi wajar. Ketika kita memaksakan cinta, kita justru dikendalikan oleh orang yang kita cintai. Tuntutan menjadi sempurna semakin berat, dan luka batin mulai menjalar menjadi luka fisik. Orang yang kita cintai bisa saja menyiksa kita, baik secara fisik maupun mental, ketika ia sadar bahwa kita terlalu kuat menahan sakit hati.

“Banyak orang menilai cinta itu adalah kasih sayang, perhatian, dan pengorbanan. Namun, setelah merenung lebih jauh, semua itu bisa dilakukan tanpa didasari cinta.”

– Gubahan A

Aku mencoba menyatukan cinta dengan keikhlasan, namun ternyata keduanya adalah hal yang berbeda. Keikhlasan bukan cinta, begitu pula sebaliknya.

Pada fase terakhir, aku menemukan bahwa cinta sejati adalah cinta itu sendiri, tanpa embel-embel kasih sayang, perhatian, pengorbanan, ataupun persembahan. Saat membaca sejarah para pecinta sejati, aku menemukan bahwa kisah mereka sering kali suram, bahkan tragis, namun luar biasa mereka bisa menikmati luka tersebut.

Dalam hubungan, baik itu pertemanan, persahabatan, atau keluarga, keharmonisan adalah kunci. Tapi titik terendah dalam sebuah hubungan adalah ketika cinta dan benci bertemu. Lebih baik menjadi pecinta sejati daripada menjadi pecinta yang menyamar menjadi pembenci.

Mereka yang menyamar sering merasa bahwa tindakan mereka tertutupi dengan baik. Namun, sejatinya cinta dan benci tak bisa disamarkan. Cinta tetap cinta, benci tetap benci.

Sebagai penerima, kita harus kokoh pada pendirian kita. Hidup bukan tentang apa yang orang lakukan pada kita, melainkan bagaimana kita bersikap terhadap orang lain. Jangan ragu untuk bersikap tegas, sebab rumah tangga yang kita bangun adalah milik kita, dan kitalah penentunya.

“Aku tak pernah menyesali ketegasanku, yang aku sesali adalah saat aku bisa tegas tapi tak melakukannya.”

– Gubahan A

Kadang keadaan memaksa kita mundur dan berdamai dengan diri sendiri. Di saat itulah, Tuhan akan menunjukkan jalan terbaik. Hubungan yang tak lagi membawa kebaikan harus diakhiri, walau bagaimana pun rasa sakitnya.

Pada saat seperti itu, pasangan sering kali hanya memanfaatkan kita tanpa peduli dengan kepentingan kita. Mereka menggunakan kekurangan kita sebagai alasan untuk tidak memenuhi kewajiban mereka. Jangan sampai perilaku buruk orang lain mengubah kita menjadi seperti mereka. Kita tetap harus berlaku baik, namun dengan batasan yang jelas.

Jangan takut pada perpisahan. Percayalah, keputusan besar akan membawa perubahan besar, selama kita mempertimbangkannya dengan matang dan hati yang tenang.ikuti saluran WhatsApp Official KabarSulteng.id https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFS4HhH5JM6ToN3GU1u atau klik di sini

Pos terkait